Annyeong haseyo... admin
kembali mengisi blog yang suram ini . Terakhir nge-post kalo nggak
salah sebelum liburan sekolah. Kini admin kembali nge-post fanfic yang
sebenernya buat temen admin yang suka banget sama si Bledek alias
Thunder MBLAQ. Tapi sebelumnya admin mau mengucapkan Taqobalallahu mina
waminkum minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin.
Happy Reading :D
Author: Park Seorin
Cast:
Readers a.k.a Shin Riyoung
Thunder MBLAQ a.k.a Park Cheondung
Author a.k.a Cho Seorin
Seungho MBLAQ a.k.a Yang Seungho
-----Riyoung pov-----
“Young-ah!” panggil seseorang yang
tak asing suaranya dari belakangku.
“Ah, Seunggi-ah. Wae gurae?”
tanyaku padanya yang kemudian duduk disampingku. Hwang Seunggi, dia sahabat
perempuanku yang terdekat. Sudah sejak kelas X aku mengenalnya.
“Tidak ada apa-apa. Kau tidak ada
kuliah?”
“Ada. Tapi baru saja selesai. Eh,
kau punya novel? Mendadak beberapa hari ini aku ingin baca novel,” kataku.
“Ada. Tapi tak banyak. Kau tahu kan
peraturan di asrama itu cukup ketat? Eh, kau tidak suka novel, kan?”
“Ne(iya), tapi akhir-akhir ini
kurasa aku punya ketertarikan pada novel,” jawabku sambil mengisi TSS (?). Seunggi
melirik curiga padaku.
“Jangan-jangan ini efek fallin in
love. Iyaa, kaaannn?” tebaknya sambil cengar-cengir. Aishh aku benci ekspresi
wajahnya.
“Ani!! Jatuh cinta apa? Isshh!”
“Omoo, pucuk dicinta ulam pun
tiba!” katanya. “Look!! Cheondung-oppa!” lanjutnya sok bule sambil menunjuk
Cheondung yang beradius 15 m di depanku. Dia duduk di bangku putih kemudian
mengambil buku dari tasnya. Dia pasti mau belajar. Memang belajar di taman
cukup efektif. Jarang-jarang juga ada universitas yang menyediakan taman
belajar seluas dan seindah ini.
“ Ehm!! Kau masih mengelak?
Sebenarnya kau sudah lama menyukainya, kan?” Seunggi menebak-nebak lagi.
“Ne,” jawabku masih terfokus pada
sosok namja tampan itu, Cheondung. Memang benar, aku menyukainya sejak aku SMA.
Dia satu tahun diatasku. Tapi saat SMA dia mengambil program akselerasi.
Membuatnya jadi dua tingkat lebih tinggi dariku. Kebetulan sekali aku masuk di
universitas yang sama dengannya. Lumayan juga sih untuk semangat belajar
ataupun sekedar cuci mata. Siapa juga yang tak tertarik dengan Cheondung?
Pintar, sopan, ramah, dan pastinya tampan. Hampir sempurna, bukan? Aigo,
wajahnya serius sekali membaca buku itu. Kyeopta(tampan).
Tunggu! Ada seorang wanita
menghampirinya. Nugu? Chingu? Aisshh kenapa mereka tertawa-tertawa bersama?
Wanita itu juga sesekali mengusili Cheondung-oppa. Apa mereka pacaran?
Ani(tidak)! Ani! Pasti hanya temannya. Tapi, wanita itu manis sekali. Tubuhnya
proporsional dan penampilannya juga sopan. Aigo… lama-lama aku bisa gila
melihat mereka.
“Kajja(ayo)! Aku lapar sekali!” aku
menarik tangan Seunggi pergi kemudian kuseret(?) ke kantin.
Kuputuskan kembali ke asrama karena
kurasa tidak ada lagi yang harus ku kerjakan di kampus. Lagi pula ini juga
sudah sore.
“Riyoung-ssi! Tadi kepala asrama
mencarimu,” kata salah seorang temanku saat aku baru menginjakkan satu kakiku
di asrama. Mwo?? Kepala asrama? Wae? Ada yang salah denganku. Cepat-cepat saja
aku ke ruangannya.
“Anyyeong hasseyo,” sapaku saat
masuk ke ruarangan ibu kepala asrama.
“Ah, Nona Riyeong. Duduklah!
Bagaimana harimu? Menyenangkan? Pasti kau sibuk sekali karena jam sesore ini
baru pulang?” tanyanya membuat keringat di keningku menembus pori-pori.
“Aku menghabiskan waktu di
perpustakaan hari ini,” jawabku.
“Choayo. Ah, kita langsung
saja. Nona Riyeong, tolong sekarang juga kau kemasi barang-barangmu dari
kamarmu dan…,” katanya pelan-pelan. Membuat jangtungku hampir berhenti
berdetak. KEMASI BARANG?
“dan segera pindah ke kamar 202,”
lanjutnya. Fiuhh kukira aku akan dikeluarkan dari asrama karena suatu alasan.
“Fiuhhh… tapi, kenapa aku harus
pindah?” tanyaku penasaran.
“Kau cukup lancang menanyakan itu.
Tapi tak salah juga kau tahu. Salah satu penghuni kamar 202 baru saja meninggal
kemarin. Karena kau hanya sendiri di kamarmu, tak ada salahnya kau pindah ke
kamar itu menemani seniormu. Dia orang yang baik, tenang saja,” jelas ibu
kepala. Ne, kurasa itu lebih baik daripada aku tidur sendiri di kamarku. Segera
saja aku ke kamar dan bersiap ke kamar 202.
Tok.tok.tok. aku mengetuk pintu
kamar 202 sambil membawa barang-barangku yang banyak ini. Kemudian pintu
terbuka. Aigo!! Ini wanita yang tadi bersama Cheondung. Jadi dia teman
sekamarku?
“Nugusseo?” tanyanya sopan.
“Ibu kepala asrama memintaku pindah
ke sini,” jawabku supan pula. Dia membalasku dengan senyuman ramah.
“A, jadi kau teman sekamarku? Chua.
Mari masuk! Oh, barangmu banyak sekali. Sini kubantu,” katanya menawarkan
bantuan. Ternyata dia baik juga. Dia juga membantuku merapikan barang di lemari
dan meja belajar. Dia juga mengajakku berkenalan terlebih dulu. Harusnya kan
aku yang mengajakknya berkenalan. Ah, aku jadi tidak enak. Kami mengobrol cukup
banyak setelah makan malam. Dia memintaku menceritakan semua hal*salok*.
“Sunbae, katanya penghuni kamar ini
baru saja meninggal, jongmal?” tanyaku penasaran dengan ucapan ibu kepala
asrama tadi sore.
“Ne, dia kecelakaan. Padahal dia
siswi yang cukup aktif. Ah, iya, jangan memanggilku ‘sunbae’! panggil saja
‘unnie’,” katanya.
“Tapi kau seniorku. Sudah
sepantasnya aku memanggilmu sunbae,”
“Ani. Aku tidak suka mendengarnya!”
katanya. Tiba-tiba ponselnya berdering dan ia cepat-cepat mengangkatnya.
“Yeoboseyo. Cheondung-ah, wae
gurae?” ucapnya di telfon. Mwo??? Cheondung??
“Apa soal yang waktu itu?” lanjutnya
di telfon.
“Sepenting itu, kah? Besok aku
sibuk. Katakan lain kali saja,”
“Arraseo! Arraseo! Apapun untukmu,
Cheondung-ah!”
“Ne. Bye…,” unnie menutup
percakapan.
“Nuguya? Nemjachingu mu, unnie?”
tanyaku pura-pura tak tahu.
“Hahaha menurutmu bagaimana? Apa
kami terlihat seperti pacaran?” sepertinya dia memaksaku untuk menebak-nebak.
“Sudah, lupakan saja! Kajja, sudah
waktunya tidur! Selamat malam,” katanya sambil menarik selimut. Arra! Lebih
baik memang kulupakan.
(keesokan harinya)
Jam makan siang selesai. Tidak ada
jam kuliah lagi. Mau apa lagi, ya?
Ke taman? Ah, tidak.
Kembali ke asrama? Ah, pasti
membosankan.
Nonton basket? Ah, itu ide buruk.
Banyak sekali senior disana. Tapi, siapa tahu ada Cheondung-oppa disana.
Eh,
itu Cheondung-oppa? Dia masuk ke auditorium. Kebetulan sekali. Setiap aku
memikirkannya pasti dia ada.
Merasukkah bisikan setan yang
menyuruhku membuntutinya. Apa dia mau main piano? Wah pasti keren.
Chankkaman(tunggu)!! Seorin-unnie?
Dia sudah di dalam? Dan Cheondung-oppa mendekatinya. Oppa mengatakan beberapa
patah kata. Kelihatannya kata-kata itu sangat dalam hingga Seorin-unnie tampak
berkaca-kaca. Bahkan sekarang Cheondung-oppa memeluknya dan Seorin-unnie
semakin tersedu-sedu. Dan aku disini juga hampir tersedu-sedu. Sekarang aku
yakin pasti bahwa mereka lebih dari teman. Dadaku sesak sekali melihat mereka
berdua. Aku menyukai Cheondung-oppa, sangat menyukainya. Tapi awalnya aku cukup
mengira bahwa ini hanya sekedar suka, bukan sampai mencintai dan berharap.
Namun, mengapa kenyataan ini terasa sangat menusuk perasaanku, bahkan ke palung
terdalam hatiku.
Cukup Riyoung! Tidak ada alasan
lagi untuk berdiri di sini dan memandangi mereka.
-----Riyoung pov end/ author
pov-----
Riyoung tampak terdiam dan
gemetaran di depan pintu auditorium yang terbuka sempit. Kemudian ia pergi
entah ke mana, yang jelas ia tak ingin di tempat itu lagi.
Beberapa saat kemudian seorang
mahasiswa berjalan menuju auditorium. Hampir sama seperti Riyoung, dia tercengang
saat melihat Seorin yang didekap erat Cheondung. Tak berlama-lama mahasiswa itu
mendekati mereka berdua.
“Jadi ini yang kalian lakukan di
belakangku?” tanya mahasiswa itu. Seorin melepaskan diri dari pelukan
Cheondung.
“Seungho-ah, aniya! Tolong jangan
berburuk sangka,” kata Seorin.
“Kalian sudah tertangkap basah. Jadi,
jangan berusaha mengelak lagi!” mahasiswa itu, Seungho, tampak berapi-api(?).
“Hyung, kami tidak bohong! Tidak
ada apa-apa,” Cheondung membela diri.
“Jadi ini alasanmu meninggalkanku?
Ne, ini yang kau inginkan. Chukkae(selamat)!” kata Seungho kemudian bergegas
pergi. Tapi Cheondung berusaha mengejarnya untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Malam harinya, Riyoung masih
merenungi kejadian tadi siang. Rasanya dia ingin menjauhkan diri sejauh mungkin
dengan Cheondung dan Seorin. Tapi, mana mungkin? Bagaimanapun Seorin adalah
teman sekamarnya sekaligus seniornya. Selebihnya Seorin sangat menghormati
Riyoung dari pertama bertemu di kamarnya.
Kemudian Seorin masuk ke kamar.
Riyoung segera pura-pura tidur.
“Young-ah, kau sudah tidur, ya?”
tanya Seorin dari ranjang bagian bawah. Ya, Riyoung tidur di ranjang atas.
“Aniya. Wae gurae?” Riyoung
seketika berubah pikiran dan ingin mengorek-ngorek informasi*kaya ta+ aja di
korek-korek*.
“Kau tahu, hari ini aku sangat
bahagia!” kata Seorin bersemangat.
“Jinnja? Wae? Kau baru saja kencan
dengan namjachingu mu?”
“Aniya!”
“Emm kau baru saja di peluk
namjachingu mu?” tanya Riyoung berusaha menyindir.
“Ne! Bagaimana kau bisa tahu? Aigo,
menyenangkan sekali. Aku serasa terbang,” terang Seorin membuat Riyoung panas.
“Ah, jongmal? Chukka unnie!”
“Ah, ne, besok kau ada acara?
Bagaimana kalau kau ikut aku nonton konser piano di Central Park?”
“Emm besok sepertinya ada kuliah”
“Mwo? Yang benar saja! Besok akhir
pekan. Bukankah kau pulang kampung sebulan sekali? Ayolah, pasti menyenangkan”
“Emm… baiklah kalau begitu,”
Riyoung setuju.
-----Author pov end/ Riyoung
pov-----
Sore akhir pekan ini Seorin-unnie
mengajakku nonton konser piano di Central Park. Sebenarnya aku tidak ingin
ikut, mengingat aku sedikit sensi padanya gara-gara masalah kemarin, tapi aku
tak enak hati kalau menolak ajakannya.
Pukul 4 sore kami sampai di Central
Park. Tapi unnie bilang dia ingin menunggu seseorang dulu. Nugu?
Cheondung-oppa? Mungkin saja. Kenapa aku tidak berfikir ke arah itu?
Jangan-jangan unnie tahu aku menyukai Cheondung-oppa dan sengaja ingin
memanas-manasiku? Aigo…
Benar saja! Cheondung-oppa tampak
dari kejauhan di kerumunan orang. Unnie memanggilnya.
“Mian, aku terlambat,” Cheondung
oppa minta maaf pada Seorin unnie.
“Ne, lain kali kau harus lebih
tepat waktu!” kata Seorin unnie. “Ah, iya, aku bawa temanku sekamar. Dia
junioryang kuceritakan,” unnnie mengenalkanku pada Cheondung oppa. Kemudian kami
masuk ke auditorium tempat konser piano.
Pertunjukan yang mengagumkan. Semua
mata penonton tertuju ke stage. Sebenarnya hanya pertunjukan sederhana, tapi
music yang mereka mainkan sangat memukau.
Seusai konser kami keluar dari
auditorium. Cheondung oppa mengajak kami makan bimbimbab. Tapi, seketika saja
seorang pemuda yang lumayan tampan menghadang(?) kami saat berjalan.
Penampulannya sangat maskulin. Dengan kaos putih juga jaket kulit membuatnya
terlihat macho. Sepertinya aku pernah melihat dia.
“Kalian mau bermain di belakangku
lagi?” katanya. Mwo? Apa maksudnya.
“HYA!! Kau mau membuat masalah
lagi?” tanya Cheondung oppa sedikit galak.
“Mwo? Panggil aku HYUNG! Kau ini
beraninya mengajak yeojachingu ku main-main di sini! Seorin-ah, kajja!!” kata
pemuda itu kemudian menarik pergelangan tangan Seorin-unnie. Sebenarnya ada apa
ini?
“Lain kali kau harus minta ijin
dariku dulu! Ah iya, kau pergi saja dengan yeoja di sampingmu itu,” lanjut
pemuda itu sambil melihat ke arahku lalu pergi bersama Seorin-unnnie.
“Young-ah, kau bersama Cheondung
dulu, ya?” kata unnie dari kejauhan. Aku sedikit hening dengan kejadian.
Sebenarnya apa ini??
“Kajja! Kita makan saja!” Cheondung
oppa mengajakku makan di resto tak jauh dari tempat kami berdiri.
“Kau pasti bingung dengan kejadian
tadi,” kata Cheondung oppa setelah memesan makanan.
“Ne. Sunbaenim(senior), sebenarnya ada
apa? Siapa pria tadi?”
“Dia Seungho, tadi dia main piano
juga di konser. Namjachingu-nya Seorin-unnie”
“Ah iya, pantas wajahnya tak asing.
Dia pintar sekali bermain piano. Lalu, apa maksud perkataannya tadi?”
“Singkatnya, dua hari yang lalu
Seorin-unnie mamutuskan hubungannya dengan Seungho karena dia merasa bersalah
pada Hyerin, teman sekamarnya yang meninggal beberapa hari yang lalu. Hyerin
sangat menyukai Seungho, tapi Seungho mencintai Seorin sejak dulu dan menolak
cinta Hyerin,” jelas Cheondung oppa panjang kali lebar.
“Lalu apa hubungannya denganmu?”
“Kemarin Seungho-hyung melihat aku memeluk
Seorin-unnie, dia hampir salah paham. Sebenarnya aku hanya ingin
menenangkannya. Kemarin Seorin-unnie bilang kalau dia sangat menyesal
memutuskan Seungho-hyung. Dia menangis tersedu-sedu, tidak mungkin aku
membiarkannya. Lagi pula aku sudah menganggapnya seperti unnieku sendiri. Tidak
mungkin kami main serong. Untunglah kesalahpahaman ini sudah selesai,” ujar
Cheondung-oppa. Aigo… ku kira mereka pacaran! Syukurlah. Rasanya aku ingin
terbang sekarang.
“Kenapa kau tersenyum seperti itu?”
tanya Cheondung-oppa yang melihatku tersenyum.
“Aniyo. Hanya saja cerita tadi
seperti di novel. Hahaha… seru sekali,” alibiku. Sebenarnya aku tertawa karena
aku senang tidak ada hubungan antara Cheondung-oppa dengan Seorin-unnie.
“Ah, begitu. Ah, iya, bukankah kau
dulu juniorku juga di SMA. Kau tidak ingat?” tanya Cheongung-oppa. Mwo? Dia
ingat aku? Jongmal??
“Jongmal? Aku tidak ingat,” kataku
pura-pura lupa.
“Benarkah kau tidak ingat? Aku
pernah membantumu saat kau salah masuk ke ruang ganti pria, kau lupa?”
JGLEERRRR!! Aku baru ingat kejadian itu. Ya, dulu dia memang membantuku.
“J Jin Jinjja?? Aku lupa,
benar-benar lupa. Kau yakin itu aku?” aku masih pura-pura lupa.
“Aigo, kau pelupa! Aku ingat sekali
kejadian itu. Tiba-tiba kau masuk ke ruang ganti pria, kau hampir melihatku
ganti baju juga. Untung saja hanya ada kita berdua. Lalu teman-temanku datang
dan aku membantumu bersembunyi. Dasar kau ini pelupa!” jelas Cheondung-oppa.
Aigo… aku tidak menyangka dia masih mengingatku. Entah seberapa kuat
ingatannya, aku berharap kami akan lebih dekat mulai saat ini. Hahaha… at last,
aku masih tetap mengaguminya sampai sekarang. Nae sunbae, saranghaeyo.
Sekian ff karya saya.
Rada aneh, ya? Mian kalo readers kecewa, ya, soalnya auhtor masih
pemula. Yang ingin meninggalkan commentnya silakan, atau kalo gagal
comment disini bisa mention saya @ssekar48 (bukan member JKT 48 lho).
Atau kalo nggak mau comment juga nggak papa. Saya nggak terlalu
membersar-besarkan silent readers. Gamshamnida :)